Senin, 28 Desember 2015

filsafat barat

Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, RĂ©ne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx,Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

sejarah filsafat timur dan barat

Dalam pengantarnya pada buku Filsafat Umum, Ahmad Tafsir (Filsafat Umum, Rosda Karya Bandung; 2000) mengemukakan bahwa Filsafat Timur, yaitu jalur Kristen (pada umumnya) sebagaimana ia jelaskan pada Bab III sampai dengan Bab V pada bukunya, akal (filsafat) dan hati (iman) ternyata selalu bertarung berebut dominasi hendak menguasai jalan hidup manusia. Ringkasnya, sejak Thales sampai kaum sofis akal menang, sejak Socrates sampai menjelang Abad Pertengahan akal dan hati sama-sama menang; pada Abad Pertengahan, hati (iman Kristen) menang; sejak Descartes sampai masa Kant akal menang lagi; sejak Kant sampai sekarang kelihatannya akal dan hati sama-sama memang di Barat. Sekarang, akal dan hati sama-sama menang di Barat.
Menurut Harun Nasution, dijalur timur, yaitu di dunia islam (pada uumumnya) keadaanya hampir sama dengan keadaan di Barat. Hamper sama berarti tidak sama. Ketidaksamaan itu sekurang-kurangnya terdapat dalam dua hal; pertama waktunya, kedua sifat dominasinya. Tatkala akal sedang kalah total di Barat, akal sedang dihargai sama dengan hati di Timur. Ini mengenai Waktu. Mengenai sifat dominasi, akal di Timur dihargai, tetapi tidak sampai mendominasi jalan hidup, sehingga menyebabkan masyarakat Timur meninggalkan agama, lalu mengambil Materialisme dan Atheisme. Sedangkan di Barat dominasi akal terlalu besar sehingga orang ada yang mengambil materialisme dan atheisme sementara hati, tatkala mendominasi menentang akal secara total.

Masa kekalahan akal di Barat berlangsung kira-kira sejak tahun 200-an sampai 1600-an. Di Timur akal berjalan bersama-sama dengan hati sejak kedatangan Islam, terutama sejak tahun 80-an sampai tahun 1200-an. Ini adalah tahun-tahun hidupnya Filosof-filosof besar islam jalur rasional seperti Al-Kindi (769873), Al-Razi (863-925), Al-Farabi (870-950), Ibnu Sina/Avicenna (980-1037), Al-Ghazali (1059-1111) dan Ibn Rusyid (1126-1198). Ini baru sebagian saja dari daftar nama filosof terkenal dalam islam untuk jalur ini seperti Ibn Bajjah dan Ibn Thufail. Bersamaan dengan perkembangan ini pemikiran jalur bawah, yaitu jalur hati (rasa), juga berkembang. Inilah jalur mistisisme atau tashawuf dalam islam. Tokoh-tokohnya yang besar antara lain islah Rabi’ah al-Adawiyah (713-801), Zunnun Al-Mishri (wafat tahun 860) dan Ibn Arabi (1165-1240). Jadi perkembangan filsafat Rasional (akal) dan tashawauf rasa (dzauq) terjadi bersama-sama dalam dunia Timur (khususnya Islam). Bersama-sama bukan berarti selalu sependapat, sebab dalam perjalanannya tidak jarang kedua kubu bersilang pendapat. 

Banyak perbedaan antara pemikiran rasional (filsafat) dan rasa(tashawuf) diantaranya ada yang bersifat prinsip. Akan tetapi perbedaan itu tidak menyebabkan filsafat timur didominasi oleh akal secara total sebagaimana halnya tidak ada juga orang islam yang didominasi oleh hati (rasa) seratus persen. Buktinya ialah tidak ada filosof maupun sufi islam yang meninggalkan iman, apalagi sampai mengambil mengambil bulat-bulat paham Materialisme dan atau Materialisme.

Filsafat dan Etika
Berangkat dari pemahaman tersebut diatas, kita dapat melihat sejauh mana perbedaan dan persamaan landasan filsafat Barat dan filsafat Timur. Pada filsafat Barat landasan filsafat cenderung berpijak pada kemerdekaan berfikir (independensi), logika rasional dan materialisme. Paham ini terlihat begitu mendominasi perjalanan panjang filsafat Barat, sejak masa Thales, Immanuel Kant, Descartes hingga kini. Sementara bagi filsafat Timur dominasi materialisme dan logika rasional masih berjalan berkelindan dengan rasa (hati – mistisisme yang dalam dunia islam disebut sebagai Thasawuf). Sehingga landasan filsafatnya merupakan hasil dialog – sintesa – dari kitab suci, budaya dan logika rasional. Persamaan keduanya mungkin terlihat dari upaya keduanya dalam mencoba memahamkan logika rasional kedalam filsafat secara utuh.
Dengan melihat dasar pijakan keduanya, maka ketika dikaitkan dengan Etika, khususnya Etika Pemerintahan dapat dilihat sejauh mana keduanya mengatur nilai baik dan buruk dalam menyelenggarakan pemerintahan, khususnya bagi pamong negara. Dengan dasar pijakan tersebut etika kemudian mengatur bagaimana para pamong negara berprilaku dan bersikap dalam pemerintahan.

kearifan lokal baduy



Kearifan   lokal   tentang   tradisi perladangan masyarakat baduy


Perladangan merupakan aktivitas bercocok tanam atau pertanian bersifat tradisional. Perladangan biasanya dilakukan secara berpindah-pindah, atau sering pula disebut dengan istilah asingnya shifting, swidden, slash and burn, atau shifting cultivation. Kegiatan perladangan ini dikenal hampir di seluruh belahan dunia terutama yang beriklim tropis. Salah satu kelompok masyarakat perladangan di Indonesia yang masih memegang teguh adat tradisi perladangan itu adalah masyarakat Baduy.

Tradisi perladangan pada masyarakat Baduy secara tradisional masih tetap berlangsung hingga detik ini. Ladang   menurut   masyarakat   Baduy   disebut   huma. Bekas huma yang masih baru ditinggalkan disebut jami, sedangkan bekas huma yang sudah lama ditelantarkan hingga menjadi semak disebut reuma . Perladangan Baduy utamanya adalah menanam padi. Selain sebagai makanan pokok, padi juga merupakan tanaman yang dianggap mulia. Masyarakat Sunda baik di wilayah Jawa Barat maupun Banten   sangat   menghormati   padi   karena   diyakini sebagai penjelmaan Nyi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi. Penghormatan kepada padi terlihat sepanjang proses perladangan, panen, hingga pascapanen.Konsep dan penghormatan tentang Nyi Sri atau Nyi Pohaci tersebut terdapat pula dalam karya naskah kuno Sunda, misalnya Wawacan Sulanjana. Dalam naskah itu dikatakan bahwa tanaman padi diyakini berasal dari Dewi yang dimuliakan oleh tokoh-tokoh mulia lainnya, antara lain Batara Guru, Prabu Siliwangi, dan Semar. Tradisi penghormatan kepada padi tersebut merupakan kearifan lokal yang  tetap harus dipelihara dan dijaga sebagai upaya mempertahankannya sebagai makanan pokok .
Menurut tradisi masyarakat Baduy dikenal lima macam huma, yakni:  huma serang, ladang adat kepunyaan bersama yang hanya terdapat di Baduy Tangtu (awam menyebutnya Baduy Dalam), keperluan penduduk Baduy Tangtu, huma tuladan, ladang untuk keperluan upacara (seperti huma serang) di Baduy Panamping (Baduy Luar), dan  huma panamping,  ladang untuk keperluan penduduk  Baduy Panamping.

Huma serang dibuka dan ditanam terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan huma puun, huma tangtu, lalu huma tuladan dan huma panamping. Jenis-jenis huma tersebut merupakan strategi ketahanan pangan masyarakat Baduy. Dalam adat Baduy, padi yang dihasilkan terutama untuk keperluan upacara adat dan keperluan sehari-hari, serta tidak boleh diperjualbelikan. Hasil padi dari huma serang untuk keperluan upacara adat Baduy Tangtu dan keseluruhan Baduy, sedangkan padi  dari  huma  panamping  untuk  upacara  adat  di wilayah panamping. Jika terjadi gagal panen di huma serang, maka padi upacara diambil dari huma panamping. Jika keduanya gagal panen, maka padi diambil dari huma tangtu dan huma panamping. Strategi itu merupakan antisipasi kegagalan panen misalnya akibat cuaca yang tidak menentu dan serangan hama. Dengan  membuka  ladang  yang  tidak  bersamaan  dan pada tempat yang berbeda, maka kegagalan panen dapat dihindari.

Menurut pengetahuan yang turun-temurun dari sejumlah informan dan narasumber diketahui bahwa pemilihan lahan huma didasarkan atas jenis tanah, kandungan humus, dan kemiringan lereng. Dari segi jenis tanahnya dapat dilihat berdasarkan warna, kandungan air dan udara, serta kandungan batu. Berdasarkan warnanya dikenal taneuh hideung (tanah hitam), taneuh bodas (tanah putih), dan taneuh beureum (tanah merah). Tanah hitam merupakan prioritas karena tanah tersebut banyak mengandung surubuk (humus). Berdasarkan kandungan air dan udaranya dikenal taneuh liket (tanah lengket) dan taneuh bear (tanah gembur). Untuk memperoleh lahan huma yang baik, maka sebaiknya dipilih taneuh bear karena pada tanah ini selain terdapat air, juga longgar dan terdapat banyak udara sehingga akar tanaman bisa bebas bergerak dan bernapas. Sementara itu, berdasarkan kandungan batunya, lahan yang baik adalah taneuh teu aya batuna (tanah yang tidak ada batunya)  dan  jangan  memilih  taneuh  karang  (tanah yang banyak terdapat batu). Dari   segi   kandungan   humusnya   dapat   dilihat   dari banyak tidaknya surubuk dan koleang. Surubuk merupakan   istilah   Baduy   untuk   menyebut   humus sebagai  kandungan  dalam  tanah  yang  dapat menyuburkan   tanaman,   sedangkan   koleang   berupa daun-daun kering yang jatuh atau terdapat pada permukaan tanah. Kedua unsur ini sangat penting bagi masyarakat Baduy sebagai pupuk organik.
Berbeda dengan jenis tanah dan kandungan humus, segi kemiringan lereng lebih berkaitan langsung dengan mitigasi bencana. Menurut para informan, dari segi kemiringan lereng orang Baduy membedakannya menjadi lahan gedeng (lahan yang miring atau curam) dan lahan cepak (lahan di tempat datar). Pilihan terbaik untuk lahan ladang adalah lahan cepak. Secara praktis lahan tersebut lebih mudah dalam pembukaan dan pengelolaan lahan. Tetapi dalam kenyataan di lapangan didapati bahwa bentukan permukaan lahan di wilayah Baduy   jarang   sekali   ditemukan   tanah   yang   datar sehingga banyak ladang ditemukan pada lahan gedeng. Tradisi Baduy juga mengajarkan bahwa dalam perladangan dilarang (buyut) menggunakan peralatan pacul apalagi bajak. Alat-alat tersebut dapat menyebabkan tanah menjadi terbolak-balik dan permukaan tanah berubah. Terbolak-balik dan berubahnya permukaan tanah diyakini akan berdampak pada ketidakstabilan permukaan tanah dan dapat mengakibatkan tanah longsor. Oleh karena itu, dalam tradisi menanam benih padi di ladang hanya menggunakan tongkat kayu (tugal) yang disebut aseuk. Kegiatan menugal atau membuat lubang-lubang kecil untuk  memasukkan benih padi  tersebut disebut ngaseuk.