Selasa, 01 Desember 2015

filsafat sebagai ilmu

Filsafat Sebagai Ilmu
Dikataka filsafat sebagai ilmu karena didalam pengertisn filasaft mengandung empat pertanyaan ilmiah, bagaimana, mengapa, kemana, dan apakah.
Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat – sifat yang dpaat ditangkap atau tmapak oleh indra. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).
Pertanyaan mengapa menayakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).
Pertanyaan kemana menanyakan apa yang terjadi di asa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan ,yaitu : pertama, pengetahuan yang timbul dari hal – hal ayng selalu berulang – ulang (kebaisaan) yang nantinya pengetahuan terdebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak dipermasahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atua tidak. Pedoma yang swlalu dipakai disebut hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari ajawaban kemana adalah pengetahuan yang bersifat normatif.
Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengartu oleh a kal. Ajawaban atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita dapat mengatahui hal – hal yang bersifat sangat umum, universal, abstrak.
Dengan demikian, kalau ilmu – ilmu yang lain (salain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu, sedang ilmu filsafat bergerak dari yang tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat.
Untuk mencari/memperoleh pengetahuan hakikat harusnya dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan, sifat – sifat yang secara kebetulan (sifat – sifat yang tidak harus ada), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak) yaitu substansia, maka pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar