Legenda Gunung Karang
Di atas Gunung Karang ini ada keajaiban alam yang mungkin jarang di
temukan di tempat-tempat yang lain. Pada umumnya sebuah mata air sering
kita jumpai di kawasan lereng atau di kaki sebuah gunung, namun sungguh
kuasa Allah Swt di Gunung Karang mata air itu benar-benar muncul di
puncang gunung tersebut. Mata air tersebut muncul menjadi 7 (tujuh)
sumber, yang oleh penduduk sekitar disebut dengan nama “sumur tujuh”.
Ada keyakinan yang muncul dalam masyarakat, bahwa air sumur tujuh
mempunyai khasiat yaitu untuk membersihkan diri dari gangguan
energi-energi negative. Caranya adalah dengan berdoa dan mandi keramas
di sumber air tersebut.
Usul punya usul, sejarah sumur tujuh gunung karang adalah bermula dari
pada penaklukan Batara Pucuk Umun oleh Sultan Banten Maulana Hasanudin.
Pada Suatu hari Syarif Hidayatullah yang terkenal dengan nama Sunan
Gunung Jati berucap kepada putranya “Hai Anakku Hasanuddin, sekarang
pergilah engkau dari Cirebon dan carilah negeri yang penduduknya belum
memeluk Islam”. Lalu setelah mendengar titah orang tua beliau, maka
berangkatlah beliau seorang diri ke arah barat.
Setelah setengah perjalanan beliaupun mendaki gunung Munara yang
terletak diantara Bogor dan Jasinga. Dan beliau bermunajat selama 14
hari meminta kepada Allah SWT supaya mendapat petunjuk. Dalam munajatnya
datanglah sang ayah Sunan Gunung Jati lalu berucap “Hai anakku
Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke
arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar. Negeri Azar adalah
negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke
Gunung Karang yaitu negerinya Azar”. Setelah berbicara ayahanda beliau
kembali ke Cirebon.
Setelah mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya
berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung. Disana adalah
tempat bersemedinya Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju, beliau berdua adalah
saudara Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran. Ratu Pakuan dinamai Dewa Ratu
dan Ratu Pajajaran dinamai Prabu Siliwangi. Sebelumnya Ki Ajar Ju dan Ki
Ajar Jong telah diberi mimpi bertemu dengan Maulana Hasanuddin dan
kemudian memeluk Islam dalam mimpi mereka berdua. Maka, sesampainya
Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung,
keluarlah Ki Ajar Jong dan Ki Ajar Ju dari dalam Gua tempat pertapaan
beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin
setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh
Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.
Akhirnya oleh Maulana Hasanuddin kedua santrinya ini diganti namanya
dari Ajar Jong menjadi Mas Jong dan Ajar Ju diganti menjadi Agus Ju dan
Maulana Hasanuddinpun memberikan arahan kapada keduanya apabila memiliki
keturunan maka diharapkan keduanya memberikan ciri dalam nama keturunan
keduanya. Kepada Mas Jong, Maulana Hasanuddin berkata “Apabila suatu
saat kamu mempunyai anak, maka berilah nama anak laki-lakimu yang tertua
dengan tambahan Mas dan yang termuda Entul dan apabila memiliki anak
perempuan berilah nama Nyi Mas”. Dan kepada Agus Ju, Maulana Hasanuddin
berkata “Apabila kelak satu saat kamu mempunyai anak, maka berilah
tambahan pada nama anak laki-lakimu yang tertua Ki Agus dan yang termuda
Ki Entul dan apabila memiliki anak perempuan berilah nama Nyi Ayu”.
Demikianlah sejarah keturunan nyi mas, nyi ayu, entul, ki agus dan mas
yang berasal dari keturunan santri Maulana Hasanuddin ini.
Selanjutnya Mas Jong dan Agus Ju diperintah oleh Maulana Hasanuddin
untuk menaklukkan Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran, maka berangkatlah Mas
Jong dan Agus Ju sesuai titah Maulana Hasanuddin.
Ditempat berbeda Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran telah mengetahui akan
kedatangan saudara-saudara mereka yang akan menaklukkan mereka, maka
sebelum Mas Jong dan Agus Ju datang, Ratu Pakuan dan Ratu Pajajaran
kabur dari tempat semedi dan berkumpul ke Gunung Pulosari tempat Pucuk
Umun berada. Setibanya ditempat semedinya Ratu Pakuan dan Ratu
Pajajaran, Mas Jong dan Agus Ju-pun tidak mendapati Ratu Pakuan atau
Ratu Pajajaran berada di tempat semedi keduanya, maka Mas Jong dan Agus
Ju-pun kembali ke Banten Girang untuk menemui Maulana Hasanuddin dan
melaporkan bahwa Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran tidak ada dan telah
menghilang dari tempat semedi keduanya. Mendengar laporan dari keduanya
tentang keberadaan Ratu Pakuan atau Ratu Pajajaran yang tidak di
ketahui. Maulana Hasanuddin pun berkata kepada santri beliau ini “Mari
kita datangi saja ke Gunung Pulosari, kalian ikuti langkahku”. Maka
keduanyapun mengikuti seperti apa yang disarankan Maulana Hasanuddin
kepada mereka bedua.
Maka berangkatlah mereka bertiga menuju Gunung Pulosari, Di Gunung
Pulosari ditempat Pucuk Umun berada, Pucuk Umun telah mengetahui bahwa
Maulana Hasanuddin dan santrinya berencana mengislamkan Pucuk Umun dan
teman-teman. Maka bermusyawarahlah Pucuk Umun bersama rekan-rekannya,
setelah bermusyawarah Pucuk Umun pun duduk di atas batu putih tempat
bersemedinya di Kandang Kurung yang ditemani oleh Ajar Domas Kurung
Dua.
Maka tibalah Maulana Hasanuddin ke Kandang Kurung dan menemui Pucuk Umun
yang sedang duduk, berkatalah Maulana Hasanuddin “Hai Pucuk Umun, Saya
datang kemari mau menaklukan kamu, sekarang kamu semua Islamlah,
masuklah kamu ke agama Nabi (Muhammad SAW), berucaplah kalian semua Dua
Kalimat (Syahadat)”. Lalu berkatalah Pucuk Umun “Tuan, Saya belum
tunduk ke agama Nabi (Muhammad SAW) dan saya belum takluk kepada tuan
apabila belum kalah dalam tarung kesaktian, sehingga apabila saya kalah
kesaktian maka saya baru takluk kepada tuan”. Mendengar tantangan Pucuk
Umun tersebut, Mualana Hasanuddin-pun berkata “Silahkan engkau pilih
tarung kesaktian apa yang engkau inginkan?”. “baiklah, saya ingin tarung
kesaktian dengan tarung ayam” ujar Pucuk Umun. Akhirnya disetujuilah
permintaan Pucuk Umun tersebut oleh Maulana Hasanuddin, akhirnya
mereka-pun mencari arena yang luas untuk tarung kesaktian, dan
didapatilah suatu lahan yang berada di wilayah Waringinkurung yaitu
disuatu kebon yang rata yang disebut Tegal Papak.
Selanjutnya Pucuk Umun dan para Ajar istidroj dan membuat ayam jago yang
terbuat dari besi, baja, dan pamor yang terbuat dari sari baja dan
rosa. Akhirnya jadilah barang-barang tersebut seekor ayam jago yang
memiliki raut mirip jalak rawa. Dilain tempat Maulana Hasanuddin
bermunajat kepada Allah SWT. Memohon pertolongan untuk mengalahkan dan
menaklukkan Pucuk Umun, agar Pucuk Umun dan para Ajarnya memeluk agama
Nabi Muhammad SAW. Dengan kekuasaan Allah SWT. Maka datanglah jin dan
atas keinginan Maulana Hasanuddin berubahlah jin tersebut menjadi seekor
ayam jago dan memiliki raut mirip jalak putih.
Setelah siap maka Maulana Hasanuddin yang diikuti kedua muridnya Mas
Jong dan Agus Ju serta para jin yang membawa palu yang terbuat dari besi
magnet berangkat menuju tempat pertandingan. akhirnya rombongan Maulana
Hasanuddin-pun sampai di Tegal Papak pada hari Selasa, disana rombongan
dan pengikut Pucuk Umun telah berada ditempat menunggu kedatangan
Maulana Hasanuddin. Setelah berjumpa keduanya, maka Pucuk Umun berkata
kepada Maulana Hasanuddin “Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah
kami sanggup takluk kepada tuan”. “Saya pun demikian, apabila kalah
dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Maulana
Hasanuddin.
Lalu bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin,
gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam
jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang
menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka
bakal memenangkan pertarungan. namun meski serangan bertubi-tubi
dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana
Hasanuddin, ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha
mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago
Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi
debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk
tanganpun berhenti menjadi sepi senyap. Selanjutnya kembali pulanglah
Ajar dan juga ayam jago yang hancur tadi mewujud seperti asalnya menjadi
besi pamor dan baja. Sementara para Ajar Domas masuk Islam dihadapan
Maulana Hasanuddin dan membaca dua kalimat syahadat disaksikan Maulana
Hasanuddin.
Sementara itu, Pucuk Umun yang telah dikalahkan berkata kepada Maulana
Hasanuddin “Tuan, saya belum takluk kepada tuan karena masih banyak
kesaktian saya, apabila telah habis barulah saya takluk”. mendengar
tantangan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddinpun membalas “keluarkan semua
kesaktianmu saat ini, saya ingin tahu kemampuanmu”. akhirnya Pucuk Umun
pun terbang dan hilang dari penglihatan Maulana Hasanuddin. selanjutnya
dari balik mega Pucuk Umun memanggil nama Maulana Hasanuddin. mendengar
panggilan Pucuk Umun, Maulana Hasanuddin berkata kepada kedua santrinya
“Hai Mas Jong dan Agus Ju, datangilah Pucuk Umun yang berada di balik
mega dan pukullah sekalian” lalu berangkatlah Mas Jong dan Agus Ju ke
atas awan, saat akan dipukul oleh Mas Jong dan Agus Ju, Pucuk Umun pun
menjerit dan menghilang lagi. Melihat hal demikian, Maulana Hasanuddin
berkata kepada kedua santrinya “Dengan ridho Allah SWT. Pucuk Umun
jadilah kafir iblis laknaktullah, tidak ingin masuk Islam, kamu berdua
pulanglah”. maka turunlah kedua santri tersebut dari langit, setelah
berkumpul berangkatlah rombongan Maulana Hasanuddin, Mas Jong dan Agus
Ju yang diikuti juga oleh para Ajar Domas dari Tegal Papak menuju Gunung
Pulosari.
Ada kisah lain, bahwa setelah pucuk umun dikalahkan dalam adu ayam
dengan sultan Hasanudin, pucuk umun kemudian tidak mau menepati janjinya
untuk tunduk dan memeluk agama Islam, akan tetapi kabur ke gunung
karang, kemudian di kejar oleh sultan Hasanudin dan dalam pegejarannya,
sultan Hasanudin beristirahat di sebuah tempat yang dinamakan Pandohokan
(panohokan) yang terletak di Desa Kaduengang.
Alkisah, pengejaran pucuk umun sampai ke puncak gunung karang dan
akhirnya pucuk umun mengaku kalah adu kesaktian dengan sultan Hasanudin,
dan Pucuk Umun juga tetap tidak mau memeluk agama Islam tetap
mempertahankan keyakinan pada ajaran nenek moyang (sunda wiwitan),
akhirnya Pucuk Umun undur pamit setelah mengaku kalah dan kemudian
bermukim di Ujung Kulon sampai akhir hayatnya. Adapun pengikutnya yang
loyal, memutuskan untuk memisahkan diri dari masyarakat Islam. Mereka
menetap di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak sampai sekarang
sebagai satu komunitas yang melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan.
Hikayat munculnya sumur tujuh tersebut di Gunung Karang merupakan tempat
peristirahatan sultan Hasanudin setelah mengejar dan menaklukan Pucuk
Umun, air pada sumur tersebut dijadikan sebagai air minum sultan
Hasanudin.
Itulah hikayat sumur tujuh yang masih ada kaitannya dengan sultan
Hasanudin ketika menaklukan Pucuk Umun, bagi masyarakat muslim yang
hendak mendaki gunung karang dengan tujuan akhir yaitu puncak gunung
karang yang terdapat sumur tujuh, hendaknya tidak mengkultuskan sumur
tersebut dikhawatirkan akan membawa pada kemusyrikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar